ANALISIS NOVEL RUMAH KACA
KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER
Diajukan Sebagai Syarat untuk
Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Sejarah Sastra
Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Dosen pengampu : Dr. Agus
Wartiningsih, M.Pd.
Oleh
Nama :
Nelly
NIM :
F1011151038
Semester/Kelas :
II/B
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
1. Analisis Unsur Intrinsik
a.
Bagaimana
tokoh dan penokohan (tokoh utama dan tokoh pembantu) dalam karya tersebut?
Tokoh utama novel Rumah kaca adalah saya (Pangemanan dengan dua n) dan Tokoh lain yang banyak
diceritakan dalam novel ini adalah sebagai berikut:
1.
Jacques Pangemanan
2.
Minke Atau R.M.Tirto Adhi Soerjo
3.
Tuan De Cagnie
4.
Komisaris Besar Donald
Nicolson
5.
Madame Paulette
6.
Tuan L
7.
Nyi Juju
8.
Nyi Romlah
9.
Pinkerton
10. Gubernur
Jendral Daendels
11. Mr. K.
12. Tuan De Man
13. Tuan R.
14. Tuan Mr. De
Lange
15. Hadji Samadi
16. Firts
Dortier
17. Nikolaas
Knor
18. Tuan GR.
19. Marko Kartodikromo
20. Prinses Van
Kasiruta
21. Gubernur
Jenderal Van Heutsz
22. Gubernur Jenderal Idenburg
23. Cor Oosterhof
24. Sun Yat
Sen
25. Piah
26. Robert Suurhof
27. Rientje de Roo
28. Siti Soendari
29. Wardi
30. D.Douwager
31. Mas Tjokro
32. Madame
Sanikem Le Boucq
33. Mr. Hendrik Frischboten
34. Goenawan
35. Marco
36. Meneer Darman
Penokohan dalam Novel Rumah Kaca
1. Jacques Pangemanan
Pangemanan adalah seorang juru arsip
berusia 50 th yang bekerja pada Algemeene Secretarie. Tugas utamanya adalah
memata-matai pergerakan organisasi pribumi dan membuat semacam perintah
diam-diam untuk menumbangkan siapa dan
apa saja yang sekiranya dapat meletuskan semangat nasionalisme Hindia yang bisa
mengancam kedudukan penguasa Belanda di Hindia.
Dalam hati
kecilnya tugas itu sangat berlawanan dengan keinginannya. Namun Ia tidak bisa
berbuat apa-apa. Pangemanann sendiri merasa jijik dengan tugas tersebut: dengan
pendidikan tinggi Eropa yang telah dipelajarinya ia berlaku curang kepada orang
yang tidak bersalah. Ia menyadari itu, tetapi nurani kemanusiannya terkalahkan
oleh akal dan semangat kolonialnya. Harta, pangkat, kedudukan, dan jabatan
telah membuatnya lupa akan dirinya, lupa akan keluarganya, dan lupa akan siapa
yang harus dibelanya.
Sejak kecil
pangemanan telah ditinggal pergi oleh orang tuanya. Dia yatim piatu. Kemudian
dia dirawat oleh adik dari ayahnya Frederick Pangemanan. Menjelang lulus E.L.S.
di menado dia kemudian tinggal bersama tuan De Cagnie seorang Prancis yang
bekerja sebagai Apoteker.
Dalam menjalankan tugasnya dia
sangat mengagumi sosok Minke yang ternyata menjadi salah satu pribumi yang
harus ia singkirkan. Kematian Minke setelah keluar dari pengasingannya akhirnya
dapat menyadarkan Pangemanan. Akhirnya Pangemanan kembali ke Belanda dan
meninggalkan Hindia.
2.
Minke
Atau
R.M.Tirto Adhi Soerjo
Dalam novel ini minke atau dalam
kehidupan nyata dikenal sebagai R.M.Tirto
Adhi Soerjo digambarkan sebagai seorang terpelajar pribumi yang selalu mencintai bangsa dan tanah airnya
Hindia, mencoba memajukan bangsanya, dan berusaha keadilan ditegakkan didalam
masa-masa hidupnya, untuk bangsanya diatas bumi Hindia, untuk segala bangsa
diatas bumi manusia. Dia pernah sekolah kedokteran, namun tidak sampai
selesai. Dia selalu berpakaian jawa:
destar, baju tutup putih dengan rantai emas arloji tergantung pada saku atas
bajunya, berkain batik dengan wiron agak lebar dan berselop kulit. Kulit agak
langsat, kumis terpelihara baik, hitam lebat dan terpilin meruncing keatas pada
ujung-ujungnya. Langkahnya tegap, diwibawahi perawakan yang kukuh. Tingginya agak mendekati 1.65 meter. Beribu-ribu pengikutnya, terdiri dari
muslim putih dan terutama abangan dari golongan mardika. Orang memaafkan,
melupakan, menutup mata terhadap kekurangannya. Ia lebih mudah bergaul dengan
orang Eropa dari pada dengan pengikutnya sendiri.
Minke atau
Tirto mengawali karier jurnalisnya sebagai koresponden Hindia Ollanda
pada tahun 1894 tanpa gaji dan hanya dibayar dengan edisi gratis surat kabar
itu. Kecakapannya sebagai editor pribumi mulai mapan ketika ia menjadi pimpinan
redaksi Pemberita Betawi pada April 1902, ketika pada waktu yang sama ia
juga bekerja sebagai asisten F.Wiggers, editor harian Warna Sari ,yaitu
sebuah harian yang di usahakan L.Weber di Bogor dan pertama terbit pada 1
Oktober 1901 (Ahmat Adam,2003;186)
Dari
tulisannya tersebut akhirnya pangemanan menemukannya sebagai salah satu pelajar
pribumi yang dapat mengancam kedudukan Gubermen di Hindia. Selain tulisannya,
minke juga berhasil menjadi pemimpin Serikat Dagang Islam yang dikenal dan
disegani banyak orang.
Akhirnya Minke diasingkan ke maluku
selama lima tahun. Setelah dibebaskan ternyata masyarakt terlah jauh melupakan
dia. Dia jatuh miskin dan sakit hingga akhirnya dia meninggal karena penyakit
disentri yang dideritanya.
3.
Tuan De Cagnie
Tuan De Cagnie adalah ayah angkat
dari Pangemanan. Dia seorang Prancis yang bekerja sebagai Apoteker. Dia menyayangi
Pangemanan seperti anaknya sendiri. Dari pernikahannya dia tidak dikaruniai
seorang anakpun. Dia tinggal di Lyon dan disana Ia memiliki Apotik dan pabrik
obat kecil.
4.
Komisaris Besar Donald Nicolson
Dia adalah atasan Pangemanan ketika
menjadi Komisaris Polisi. Dia adalah seorang totok Eropa yang tidak senang
karena seorang peranakan seperti Pangemanan menjabat sebagai komisaris
polisi. Dialah yang memberikan tugas
pada pangemanan untuk menghentikan sepak terjang Minke dan menberikan Suurhof
sebagai rekan Pangemanan yang ternyata malah memberikan berbagai masalah pada
Pangemanan.
5. Madame Paulette
Madam paulette adalah istri dari
pangemanan. Dia adalah istri yang cantik setia dan menyayangi suaminya. Dia
sangat memperhatikan pangemanan. Seorang perempuan luar biasa yang selalu
menyertai suaminya dalam duka maupun suka. Dia
berasal dari Lyon Prancis. Seorang gadis tani yang tidak tahu apa-apa
tentang dunia. Kemudian menikah dengan Pangemanan disebuah kereja desa yang
telah tua disakskan oleh orang tua mereka yang tidak menyetujui. Sejak menikah
dia mengikuti suaminya kemanapun Pangemanan pergi. Mulai dari Nederland
kemudian Hindia. Darinya pangemanan memiliki empat orang anak. Dua orang sedang
sekolah di Nederland dan dua orang lagi tinggal bersama mereka. Namanya Marquis, Desire, Andre Dan Henri.
Selama pernikahannya Ia menjadi pendamping Pangemanan yang setia. Namun ketika
pengemanan mulai berubah, sering minum-minum dan kurang memperhatikan dirinya
beserta keempat anaknya, akhirnya Madame Paulette pergi ke Eropa bersama
anak-anaknya meninggalkan Pangemanan sendiri di Hindia.
6. Tuan L
Ia seorang Belanda totok, muda,
seorang arsivaris yang tak banyak diketahui oleh umum. Ia lebih suka mengenakan
lornyet yang terikat dengan rantai emas tipis dan halus. Berbaju tutup dari
lena putih juga celananya. Rambut pirang sibak tengah. Sepatunya hitam tubuhnya
agak tinggi dan berisi. Dia bekerja di s’Landscharchief. Disana dia mempelajari
berbagai arsip tentang pribumi yang disusunnya. Dia orang yang pintar dan
mengerti tentang perkembangan pribumi.
Tuan L adalah orang yang banyak memberikan
informasi tentang pribumi jawa dan perkembangannya pada pangemanan. Darinya
pangemanan tahu banyak hal tentang pribumi. Tuan L adalah sosok yang sangat mengagumi
jawa dengan segala kelebihannya. Namun sangat disayangkan karena pribumi jawa
yang mudah menerima orang lain dalam kehidupannya shingga akhirnya mereka dapat
dijajah dengan mudah.
7.
Nyi Juju
Dia adalah salah satu orang yang
tertangkap ketika penggerebekan Si Pitung.
8.
Nyi Romlah
Dia adalah Ibu dari Nyi Juju yang
juga ikut tertangkap.
9.
Pinkerton
Dia adalah sanak tuan-tuan tanah
Abang berbangsa Inggris, seorang Joki yang beberapa kali menang balap kuda. Dia
adalah orang yang mempekosa Nyi Romlah dan Ayah dari Nyi Juju. Bukan hanya Nyi
Romlah saja korbannya tapi masih banyak lagi yang lainnya.
10.
Gubernur Jendral Daendels
Dia adalah orang yang memiliki
ambisi militer membangun pertahanan di seluruh jawa untuk menahan masuknya balatentara
Inggris di Hindia dan Jawa khususnya. Dia adalah orang yang membuat jalan
militer Anyer-Banyuangi. Ketika pembangunan, ia bangkrut akhirnya dia menjual
tanah-tanah Gubermen.
11.
Mr. K.
Dia adalah Intelektual dan sarjana
hukum yang disegani oleh tokoh-tokoh kolonial. Ia dianggap teotritikus kolonial
tanpa tanding. Namanya jarang terpampang di pers karena dia jarang menulis.
Pandangannya dapat membuat orang menunduk dan suaranya memaksa orang untuk
menekur mendengarkan. Dikalangan elite dia selalu menjadi perhatian. Dan
orang-orang menunggu apa yang akan dikatakannya. Ia lebih banyak di Eropa dari
pada di Hindia. Dia adalah pembicara ketika diadakan deklamasi. Dia adalah
orang yang memberitahu pangemanan bahwa Filifina kedua bisa saja terjadi d Hindia.
Maksudnya adalah terpelajar pribumi Filifina yang memberontak terhadap Spanyol
sabagai penjajahnya yang bekerja sama dengan Amerika Serikat.
12.
Tuan De Man
Dia adalah orang yang bekerja pada
tuan L. Tugasnya dalam novel ini adalah mengawasi pangemanan ketika mempelajari
arsip-arsip yang selama ini di susun oleh tuan L.
13.
Tuan R.
Dia adalah atasan Pangemanan di
Algeemene Secretarie. Ia seorang Sarjana Hukum, berkebangsaan Prancis dan
didikan prancis. Seorang yang cerdas dan pandai. Sayang sedikit, bila dia akan
mengambil keputusan dia berubah jadi peragu.
Ia adalah
seorang konservatif dalam segala hal yang bersifat Prancis. Dia juga orang yang
mudah tersinggung ketika kebangsaan Prancis terpojokkan dalam salah satu
tulisan di koran. Dengan tidak berpikir panjang dia memberikan perintah untuk
membereskan penulisnya hanya karena masalah pribadi.
14.
Tuan Mr. De Lange
Dia adalah orang yang pangemanan
gantikan posisinya di Algeemene Secretarie. Dia meninggal bunuh diri di
ruangannya. Tidak ada yang mengetahui apa penyebabnya. Tapi hal itu membuat
pangemanan takut dan gelisah shingga ia tidak berani berada di ruangaanya
sendirian. Dia masih muda baru lima tahun lulus universitas ketika meninggal.
Ternyata dia adalah orang yang selama ini memplajari tulisan pangemanan selama
menjabat sebagai Komisaris Polisi.
15.
Hadji Samadi
Dia adalah pemimpin Syarikat Islam
setelah Minke diasingkan. Bertambahnya anggota Syarikat setelah Minke
diasingkan justru malah membuat Hadji Samadi kebingungan. Dia memang kurang
memiliki jiwa kepemimpinan. Dia kebingungan terhadap apa yang akan dilakukan
dengan anggota sebanyak itu. Akhirnya dia berkeliling keluar jawa untuk mencari
pribumi terpelajar yang dapat bekerja sama membantunya.
16.
Firts Dortier
Dia adalah seorang pesuruh yang
bekerja di Algeemene Secretarie. Dia berpakaian serba putih, seorang peranakan
yang ganteng, bermata tajam dan berhidung mancung. Ia adalah lulusan Sekolah
Dasar. Dia masih muda. Sehingga terkadang sikapnya yang kurang hormat membuat
Pangemanan tersinggung. Dia adalah orang yang dipergoki pangemanan sedang
membaca dokumen rahasia di truang kerjanya. Karena kesalahannya akhirnya dia
dikeluarkan.
17.
Nikolaas Knor
Ia adalah seorang totok bertubuh
gemuk dan tidak begitu tinggi. Seluruh rambutnya sudah putih. Ia mengenakan
pakaian dinas putih-putih. Ia adalah seorang pengatur rumah tangga di algeemene
Secretarie. Dia orang yang baik , hormat dan sopan. Dia adalah orang yang
memberitahu pangemanan akan apa yang terjadi pada orang yang jabatannya digantikan
oleh pangemanan.
18.
Tuan GR.
Dia adalah pegawai di Algeemene
Secretarie. Dia merupakan orang yang memerlukan beberapa informasi dan bantuan
pangemanan. Beberapa kali Tuan GR mengorek informasi yang ia perlukan dari
pangemanan. Mereka sering terlibat percakapan yang panjang tentang perkembangan
pribumi.
19.
Marko
Kartodikromo
Dia adalah seorang pemuda polos,
namun cerdas dan ia pun adalah orang keprecayaan Minke. Setelah dewasa dia
mengubah huruf k pada namanya sehingga menjadi Marco. Ia selalu bercelana
pantolan putih, dan berbaju putih. Sisirannya selalu rapi sibak tengah, matanya
selalu dibukanya lebar-lebar, seakan-akan tidak ingin kehilangan sesuatu atas
segala yang terjadi diskelilingnya. Ia sampaikan segala yang diketahuinya pada
siapa saja orang yang mau menyerahkan perhatian padanya.
20.
Prinses Van Kasiruta
Dia adalah gadis yang dinikahi oleh
Minke dan mempunyai daya tarik tersendiri dan merupakan putri dari Raja Ambon
yang dibuang ke Sukabumi. Prinses juga bekerja dan membantu berjalannya Medan
Prijaji karena atas permintaan Minke. Dia merupakan seorang penembak yang
mahir. Dia adalah seorang istri yang setia dan mengabdi pada suaminya. Dia
bahkan tidak segan menembak robert shurhop yang ia kira akan membunuh minke.
21.
Gubernur Jenderal Van Heutsz
Gubernur Hindia yang sangat
disegani. Dia adalah orang yang berhasil melumpuhkan perlawanan bersenjata
diseluruh Hindia.
22. Gubernur Jenderal Idenburg
Dia adalah pengganti dari Gubernur
Jenderal Van Heutsz. Dia adalah orang yang mendirikan H.C.S. sekolah
Hollandsch Chineesche School sekolah dasar berbahasa Belanda untuk anak
Tionghoa. Dengan didirikannya sekolah ini dia berharap orang Tionghoa yang
berada di Hindia akan berpihak pada Eropa dan tidak ikut memberontak membuat
Revolusi Tiongkok seperti Sun Yat Sen di Hindia.
23. Cor Oosterhof
Dia adalah orang yang membantu
pangemanan untuk menghentikan perkembangan Syarikat Islam yang anggotanya terus
bertambah setelah minke diasingkan. Dia mengetahui banyak orang di hindia juga
perbuatan dan persoalan penduduk Tionghoa di jawa. Cor Oosterhop adalah orang
yang dapat diandalkan pangemanan dan jauh lebih baik dari Suurhof pembantunya
yang dulu. Sikap dan jiwanya tegar. Pada awalnya dia merasa tidak mampu untuk
membantu pangemanan membuat kekacauan pada Syarikat. Namun akhirnya dia
mencobanya. Dan hasilnya ternyata sangat memuaskan. Anggota Syarikat
dimana-mana atas pengaruhnya langsung membuat keonaran yang akhirnya membuat
organisasi ini tak lagi dipercaya.
24. Sun
Yat
Sen
Dia adalah seorang dokter yang
akhirnya menjadi Presiden dan Pemimpin Tiongkok. Dia adalah orang yang
dikagumi. Dia melakuka hal yang sebelumnya dianggap tidak mungkin yaitu
menertibkan geromnolan teror internasional bernama Thong. Gerombolan yang
beroperasi hampir di semua kota pelabuhan. Yang akhirnya tiba di surabaya. Dia
adalah pencetus dan otak dari Nasionalisme Tiongkok yang berhasil dan
memprakarsai Revolusi Tiongkok.
25. Piah
Dia adalah seorang pembantu yang
setia terhadap majikannya. Dia bekerja untuk minke dan istrinya. Ketika minke
diasingkan, dengan setia dia mendampingi istri minke kemanapun dia prgi.
26.
Robert Suurhof
Suurhof adalah Seorang bayaran yang
kerjanya menakut-nakuti penjabat kecil setempat dan penduduk yang tak berdaya,
penjual seribu macam kesakitanpalsu agar tunduk pada keinginan bangsa Eropa.
Selain itu dia juga orang yang angkuh dan merasa dirinya orang besar karena
mendapat perlindungan dari kepolisisan. Dia berpakaian serba drill, seperti
seorang pegawai perkebunan. Topinya sebuah polkah sewarna dengan bajunya. Gigi
gingsulnya pada bagian kiri begitu putih gemerlapan seperti mutiara. Wajahnya
yang terlalu sering terbakar matahari berkerut-kerut jadi garis-garis kaku.
27. Rientje de Roo
Dia adalah seorang wanita penghibur
yang bekerja untuk suurhof. Dia masih muda, cantik, menarik dan kulitnya halus.
Dia merupakan seorang anak yang direnggut dari keluarganya oleh suurhof dan
terpaksa harus mengikuti semua perintah suurhof. Rientje dua kali bertemu
dengan pangemanan. Dia adalah orang yang pangemanan temui ketika mulai pengap
dengan pekerjaannya. Pada akhirnya Rientje meninggal dengan mengenggam buku
merah yang didalamnya terdapat nama Pangemanan. Kematiannya sempat memberikan
masalah pada pangmanan namun, itu tidak berlangsung lama.
28. Siti Soendari
Siti Soendari adalah lulusan H.B.S.
Semarang. Ia kelahiran Pemalang. Ia seorang aktivis Jong Java dan selalu duduk
dalam pimpinan. Ia berasal dari kelurga terpelajar. Ayahnya seorang jebolan
STOVIA dan menjabat kepala Pegadaian Negeri Pemalang, di samping juga seorang
tuan tanah yang berhasil. Ayahnya Soendari mempunyai seorang anak lelaki, abang
Soendari. Setelah lulus H.B.S. ia dikirim ke Nederland untuk meneruskan ke
H.B.S. lima tahun. Kemudian meneruskan sekolahnya pada Hoge Handelsscool di Rotterdam.
Semua atas biaya keluarga.
Siti Soendari selalu
berpakaian rapi, berkain dan berkebaya, berselop beledu hitam, yang disulam
berbunga-bunga. Sanggulnya di hias dengan tusuk sanggul dari tanduk, dihiasi
dengan keris kecil dan perak. Sebagaimana patutnya wanita Jawa, Ia selalu
mengenakan perhiasan dari emas yang termasuk mahal. Bahkan anting-antingnya
dari berlian biru. Ia bersolek, baik di dalam maupun diluar rumah. Sedang
tingkah-lakunya selalu sopan santun dan lemah lembut.
Ia mengajar
pada sekolah dasar berbahasa Belanda, Boedi Moeljo. Seminggu sekali anak-anak
dari kelas tertinggi ia bawah kesawah atau ladang, dan disana ia habiskan mata
pelajaran berbahasa belanda. Dengan jalan seperti itu murid-murid menjadi
gairah mempelajari Belanda, dan menjadi lebih dekat padanya.
Siti Soendari adalah remaja yang
cerdas. Seringkali Ia memuat tulisannya di koran dan majalah. Dari tulisannya
tersebut Soendari dapat mempengaruhi pemikiran pribumi. Warga pribumi semakin
giat berorganisasi. Sepak terjang dari Siti Soendari ini dianggap berbahaya
mengancam kedudukan Gubermen. Sehingga Siti Soendari masuk kedalam daftar tugas
Pangemanan. Akhirnya pergerakan Siti Soendaripun dapat dihentikan oleh
Pangemanan melalui Ayah Siti Soendari.
29. Wardi
Wardi berasal dari ningrat tinggi
Jawa, tapi dia meninggalkan keningratannya dan membuang semua gelar pada
namanya. Dia tumbuh dengan berbagai penderitaan pribumi disekelilingnya.
Sehingga dia menjadi pribadi yang tegas. Dia adalah salah satu pendiri Indische
Partij. Wardi seringkali memuat tulisannya di koran. Tulisannya tersebut
seringkali menyinggung gubermen. Hingga akhirnya Wardi diasingkan ke Eropa
bersama rekannya Douwager.
30. D.Douwager
Dia adalah orang yang
sukamenyebut-nyebut sebagai kemenakan Multatuli. Pada pundaknya Ia memikul
banyak pengalaman masa lalu. Ia dijauhi orang kolonial karena dianggap
mempunyai pikiran yang aneh yaitu memimpikan Republik Afrika Selatan untuk
Hindia. Dia datang dari Afrika Selatan membawa luka dan kekalahan. Di Hindia
dia mendirikan organisasi politik Indische Partij bersama dengan Wardi dan
Tjiptomangun.
31. Mas Tjokro
Dia adalah ketua umum Syarikat
Islam. Jabatan tersebut di dapatkan sebagai pemberian dari Hadji Samadi. Pers
luar negeri pernah menjulukinya sebagai kaisar tanpa mahkota. Sebenarnya hal
itu hanya sebagai ejekan tapi lain halnya dengan Tjokro yang menganggap itu
sebagai kehormatan. Bagi terpelajar yang mengerti sejarah, dan semangat Eropa,
julukan itu sungguh-sungguh bukan kehormatan, tapi penghinaan. Seorang yang tak
tahu suka duka organisasi tiba-tiba jadi pemimpin. Dalam kepemimpinannya
sebenarnya dia hanya menggunakan jabatannya sebagai ketua Syarikat Islam untuk
meningkatkan prestisenya di kalangan masyarakat.
32. Madame Sanikem Le Boucq
Dia datang dari Prancis ke Betawi untuk mencari anak rohaninya Minke yang telah meninggal. Dia bertemu dengan pangemanan. Pada akhirnya
pangemanan menyerahkan semua tulisan minke yang ada padanya kepada madam
sanikem. Selain catatan minke (Bumi
Manusia, Anak Semua Bangsa dan Jejak
Langkah),
pangemanan juga menyerahkan tulisan Rumah Kaca miliknya.
33. Mr. Hendrik Frischboten
Perintah telah keluar oleh Gubermen,
Mr.Hendrik Friscbhoten harus keluar dari Hindia. Mr.Hendrik Friscbhoten adalah
seorang ahli hukum yang dicintai Pribumi itu-pembantu rubik hukum s.k Medan.
34. Goenawan
Sahabat lama Raden Mas Minke, yang
telah dikucilkan dari Syarikat Islam setelah kekuasaanya Mas Tjokro. Saat
keluar dari pembuangan Minke dibawah perlindungannya. Mereka bertemu di tengah
jalan kecil di Betawi.
35. Marco Kartodikromo
Marco adalah murid Minke sekaligus seorang
penulis, sebuah buku yang berjudul Student
Hidjo merupakan karangannya. Marco berhasil mempersunting Soendari.
36. Meneer Darman
Meneer Darman adalah seorang pegawai
di perusahaan MOLUKKEN (Handel in indiscbe Specerijen20 / Berdagang
rempah-rempah Hindmengfinia). Darman mengajak Minke untuk menginap di rumahnya.
Nama Meneer Darman muncul dalam tulisan-tulisan Minke. Tentu perusahaan inilah
yang dimaksud dalam naskah-naskah Speceraria.
b. Bagaimana latar (Latar tempat,
waktu, sosial dan suasana) yang terdapat dalam karya tersebut? Sertakan contoh
kutipannya!
1)
Latar Tempat
Latar tempat yang digunakan dalam novel ini adalah
tempat kerja dan tempat tinggal Pangemanan di Hindia. Mulai dari Restoran
Tionghoa (Tong An), Jembatan Ciliwung, Stasiun Buitenzorg, Hotel Enkhuizen, Kwitang,
Agleemene Secretarie, s’Landscharchief, rumah Pangemanan di Buitenzorg dan tempat-tempat
lain yang Pangemanan kunjungi berhubungan dengan tugasnya di seluruh hindia
seperti Ambon, Sukabumi, Cirebon, Sala, Betawi: Tanjung Priok, Maluku, Aceh,
dan yang lainnya.
a)
Restoran Tionghoa (Tong An)
“Dan pada
suatu hari aku dihadapkan pada seorang peranakan Eropa di sebuah Restoran
Tionghoa.”(hal:15)
“Di restoran
Tong An menjadi jelas padaku. Tuan L pecinta makanan Tionghoa pada satu pihak,
dan pecinta segala pengetahuan tentang jawa pada lain pihak.” (hal:121)
b)
Jembatan Ciliwung
“Sampai di
jembatan ciliwung aku pura-pura menengok, hanya untuk menyaksikan bagaimana ia
membutuhkan aku.”(hal:19)
c)
Stasiun Buitenzorg
“ Keesokan
hari, di stasiun Buitenzorg nampak ia sudah menunggu.” (hal:21)
d)
Hotel Enkhuizen
“Di hotel
Enkhuizen aku merenungkan kembali pekerjaanku. Di hotel ini kubulatkan tekad:
harus kubantu orang berhati dan kemauan untuk Pribumi bangsanya
itu.”(Hal:30-31)
e)
Kwitang
“Rumah itu
sebuah Pavilyun, di daerah Kwitang yang tenang. Rientje de Roo mempersilahkan
langsung masuk...” (hal:54)
f)
Di rumah Jacques
“sampai di
rumah aku dapatkan beberapa pucuk surat masih tertutup dari anak-anakku di
Nederland” (hal:38)
g)
s’Landscharchief
“Pada suatu
hari datang intruksi baru atas dasar rencana-kerja yang aku sendiri buat disetujui
oleh sepku: Pada jam sembilan pagi aku sudah datang ke gedung s’Landscharchief dengan surat pengantar dari kantor Algemeene
Secretarie” (hal:102)
h)
Agleemene Secretarie di Buitenzorg
”Algemeene Secretarie
merupakan tempat yang termasuk kategori mendekati posisi Gubernur Jenderal.
Rumah tempat tinggal yang disediakan ternyata bekas kediaman Minke.”(hal:137)
i)
Ambon
“Aku ikut
mengantarkan Minke memasuki rumahnya yang baru di jalan Benteng di kota Ambon.”(hal:71)
j)
Tanah Abang Bukit
“Taksi
langsung menuju ke Panggung, sebuah loteng kayu luas di Tanah Abang Bukit Batu,
rumah Plesiran seorang letnan Tionghoa.” (hal:170)
k)
Sukabumi
“Pada awal
tahun 1913 itu dengan sebuah sedan aku menuju kota yang selama ini kuhindari:
Sukabumi.” (hal:220)
l)
Cirebon
“Aku tinggal
menunggu laporan pihak kepolisian. Mobil meluncur langsung ke Cirebon melalui
Bandung.” (hal:222)
m)
Betawi :Tanjung
Priok
”Betapa
terkejutku kala mendarat di Tanjung Priok, Betawi: bawaannya hanya sebuah kopor
kaleng kecil, tua, cembung dan cekung, catnya tinggal pada beberapa bagian.”
(hal:557)
n)
Sala
“Dengan
demikian aku pergi ke Sala dengan keretapi. Harus aku saksikan sendiri apa
benar Sala tidak lagi menjadi jantung Syarikat.
2)
Latar Waktu
Latar waktu dalam
novel ini adalah ketika penjajahan Belanda di Hindia. Tepatnya adalah ketika
organisasi-organisasi di Hindia mulai berkembang. Roman Tetralogi Buru
mengambil latar kebangunan dan cikal bakal nasion bernama Indonesia di awal
abad ke-20. Dengan membacanya, waktu kita dikembalikan sedemikian rupa dan
hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula.
Latar waktu
dalam cerita
“1912: Tahun terberat untuk pribadi
Gubernur Jenderal Idenburg...............” (hal:1)
“Pada awal tahun 1913 itu dengan
sebuah sedan aku menuju kota yang selama ini kuhindari: Sukabumi.” (hal:220)
“Tahun 1914. Cuti Eropaku tak
kunjung diberikan. Bintang pun tak disematkan di dadaku.” (hal:286)
3)
Latar Sosial
Latar sosial
yang terdapat di dalam novel ini menunjukkan hakikat seseorang atau beberapa orang tokoh di
dalamnya.
“Semua pujian itu memimpin aku di dalam kehidupan. Ya,
barang kali orang tuaku akan berbahagia punya anak seperti aku. Sayang aku tak
mengenal mereka. Aku yatim-piatu sejak kecil,
di pungut adik ayahku, Frederick Pangemanann. Menjelang lulus E.L.S di manado, diambil anak pungut oleh Tuan De
Cagnie seorang Prancis, seorang apoteker. Suami istri sangat berkenan dengan
diriku. Mereka tak punya anak. Dia bawanya aku pulang Lyon, tempat mereka
mempunyai apotek dan pabrik obat kecil.” (hal;94)
“Kenaikanku sebagai Pribumi dari Inspektur jadi Ajung
Komisaris, kemudian Komisaris, bukan hanya tak menyenangkan rekan-rekan yang
tertinggal juga mencurigakan mereka. Dan sebagai seorang buian Protestan aku
merasa disisihkan. Dengan pangkat setinggi ini hubungan sosialku dengan mereka
semakin memeburuk.Aku menjadi seekor merah di tengah-tengan ayam-hutan” (hal
96)
4)
Latar Suasana
Latar suasana yang ada dalam novel ini kebanyakan
adalah pertentangan batin Pangemanan. Dia seringkali gelisah, malu, menyesal
dan terhina karena tugasnya yang memalukan.
Kematian Minke akhirnya menyadarkan Pangemanan betapa
hinanya dia sebagai manusia. Pertemuannya dengan Madame Sanikem Le Boucq dari Prancis ke Betawi untuk mencari anak rohaninya—Minke—membuatnya semakin tenggelam dalam
penyesalan. Ia lah penyebab kematian Minke, seorang musuh sekaligus gurunya,
orang yang selama ini selalu dikaguminya sebagai seorang pribadi yang
berprinsip dan sebagai seorang manusia yang bebas.
“Kematiannya
membikin aku merenung tentang kedudukan manusia yang sangat goyah dan rapuh di
tengah-tengah kehidupan ini.....” (hal: 594)
Selain itu
ada juga latar suasana yang lainnya seperti:
a)
Emosi
Salah satu
cerita yang menggambarkan suasana emosi ialah ketika Pangemanan bekerjasama dengan bandit tengik Robert
Suurhof, tetapi hanya kegagalan dan kegagalan yang tia dapatkan.
“Jadi
Suurhof-lah yang menjadi keranjang sampah kesialanku. Awas kau, bajingan! Kau
harus membayar kembali semua luka-luka pada kebanggan diriku ini. Tak kan
kubiarkan kau berlenggang tanpa tebusan. Masih beruntung kau mendapat
perlindungan dari yang berkuasa.” (hal:37)
”Malam itu
aku kukuhkan niat untuk mengebaskan diri dari Suurhof. Jalannya? Segala jalan dibenarkan
kalau cuma untuk melenyapkan seorang bandit yang bikin susah semua orang. Mesin
kekuasaan biasa melakukannya dan apalah arti seorang Suurhof?” (hal:46)
b)
Gelisah
Suasana gelisah dapat dilihat saat
Pangemanann menuliskan sebuah surat diumurnya yang kelimah puluh tahun untuk
istri anaknya. Bila suatu hari ia tiada adalah tidak benar meninggalkan dunia
ini dengan diam-diam berlagak suci di depan anak-anak, istrinya dan dunia itu
sendiri.
“Itu tidak
boleh. Maka aku putuskan membikin tulisan ini, agar kalian tahu, istriku, agar
kalian lebih mengenal baik siapa sesungguhnya aku ini......................”
(hal:99)
c)
Sepi
Latar suasana sepi salah satunya
adalah ketika pangemanan duduk sendiri di ruang kerjanya dan kebingungan akan
apa yang dia lakukan dengan setumpuk tugasnya. Dengan segudang tekanan batin
yang dialaminya pangemanan tidak bisa berbagi pada siapapun termasuk pada
istrinya. Seringkali dia menyendiri di ruang kerja dengan hanya minuman yang
menemaninya.
“Suara-suara
lalu-lintas jauh di jalan raya sana memasuki ruangan ini sebagai gemayang
sayup-sayup dan berpendaran dari dinding ke dinding seperti deruman bumi yang
tidak berkeputusan. Sedang kertas-kertas dihadapanku mewakili sesuatu masa lalu
yang penuh rahasia. Mewakili roh-roh gaib. Bulu kundukku berdiri.”(hal:105)
d)
Sedih
Salah satu
cerita yang menggambarkan suasana sedih dalam novel ini adalah ketika
pangemanan mengira bahwa dirinya sama sekali tidak dihargai oleh atasannya.
Setelah keberhasilannya mengasingkan minke ke maluku, dia malah mendapatkan
surat pemberhentian. Dia sangat sedih dan terpuruk sehingga jatuh tersungkur ke
tempat tidurnya. Ia sampai tidak berani membuka surat yang sebenarnya merupakan
surat pindah kerjanya ke tempat baru yang kedudukannya lebih tinggi. Selain itu
suasana sedih juga ditunjukkan ketika pangemanan ditinggalkan oleh istri dan
anak-anaknya.
“Dalam
kendaraan hatikeciku menggugat Gubermen yang tidak tahu terimakasih. Aku
sekarang terbuang seperti sampah di pinggir jalan. Apakah arti seorang Pangemanann
dengan dua n ini tanpa jabatan? Apalagi baginya seorang istri Eropa yang tak
lagi dapat mempertahankan standing? Pangemanan tanpa seragam kepolisian, apa
artinya dia? Hanya preman dan orangtua pensiunan! Gedung-gedung Gubermen akan
tertutup baginya. Masyarakat tidak lagi membungkuk atau angkat topi untuknya.
Ia akan jadi kertas putih tanpa sepatah kata pun diambil artinya.”(hal:134)
e)
Terharu
Saat pangemanann mulai menyadri isi
surat tersebut, ternyata Gubermen tidak melupaka jas-jasanya selama ini.
“Aku
melompat dari ranjang. Aku rebut surat itu, membacanya sendiri. Tak ada satu
patah kata pun istriku salah mengartikan: aku dipindahkan ke kantor Algemeene
Secretarie dengan tambahan gaji duaratus gulden dan diharuskan pindah ke
Buitenzorg, dengan rumah yang telah di sediakan.”
“Aku jatuh
berlutut di atas lantai dan membikin salib syukur. Gubermen tidak melupakan
Pangemanann..” (hal:137)
f)
Senang
Suasana senang dapat dilihat saat
Jacques Pangemanann baru menempati rumah kediaman baru yang besar dan indah.
Sungguh istri dan anaknya terlihat sangat bahagia.
“Kalau tidak
ditarik istriku, mungkin aku masih termangu-mangu di depan tempat tinggal baru
itu di Buitenzorg. Anak-anak berlarian berebutan masuk ke dalam. Istriku tak
lagi dapat menahan hatinya untuk segera memeriksa apakah semua sudah di
tempatkan secara tepat sesuai dengan intruksinya.” (hal:138)
g)
Takut
Suasana ketakutan ditunjukkan
Pangemanan ketika hari pertama berada di ruang kerja barunya di Algeemene
Secretarie. Dia melihat sesosok bayangan yang tidak dikenalnya. Setelah mencari
tahu ternyata di ruangan itu baru saja terjadi kasus bunuh diri. Yang meninggal
karena bunuh diri bernama Simon de Lange tidak lain adalah orang yang Ia
gantikan posisinya di sana. Saking takutnya Pangemanan tidak berani menutup
pintu ruang kerjanya dan membiarkannya terbuka begitu saja.
“Tiba-tiba
belukunduk dan buluromaku berdiri lagi. Jendela dan berkas itu terasa sangat,
sangat jauh. Aku tak berani memasuki ruanganku sendiri, aku berdiri seperti
orang kehilangan akal? Syarafku yang sudah parah, atau kamar ini berhantu?”
(hal:160)
h)
Tegang
Suasana Tegang saat Frits tertangkap
basah sedang membaca naskah-naskah di atas meja Pangemanann oleh Pangemanann
sendiri. Tuan R. Datang bersama dengan Nicolaas Knor. Lalu seorang sersan
keamanan istana datang dan melakukan pengeledahan terhadap Firts, dan akhirnya
Firts dipecat.
“Sampai di
ruanganku kudapati Firts Doertier sedang membaca naskah-naskahku dengan
cepat-cepat. Baik kataku “tunggu disini jangan keluar,” aku angkat pesawat
telepon dan melaporkan kejadian itu pada R. Dan memintaseorang tenaga keamanan
istana untuk melakukan pengeledahan atas diri Frits Doertier.” (hal:181-183
c. Alur atau Plot yang digunakan
apa?
Novel ini
menggunakan alur maju mundur. Secara keseluruhan alur novel ini adalah alur
maju, tetapi pada bagian-bagian tertentu pembaca kembali dibawa pada peristiwa-peristiwa masa lalu. Novel Rumah
kaca merupakan novel terakhir dari tetralogi Pulau Buru yang sangat berbeda
dari tiga novel sebelumnya (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa dan Jejak Langkah). Dalam
novel ini kembali dibahas sebagian dari isi ketiga novel tersebut. Novel Rumah
Kaca juga berbeda dengan novel pertama
sampai ketiga, yang menjadi narator dalam buku ini bukanlah Minke, melainkan
seorang mantan Komisaris Polisi bernama Pangemanann dengan dua n.
d. Gaya bahasa apa yang paling
banyak digunakan?
Gaya bahasa
yang digunakan Pramoedya dalam novel
Rumah kaca ini adalah gaya
bahasa yang berkembang pada masa itu. Mungkin bagi sebagian orang awalnya novel
ini agak sulit untuk dimengerti karena bahasanya masih menggunakan bahasa
melayu pada jaman penjajahan. Namun jika dibaca dengan teliti, sebenarnya novel
ini adalah novel yang luar biasa. Bukan hanya dari segi ceritanya, tapi juga
dari segi bahasanya yang benar-benar menunjukkan kondisi pada waktu itu. Gaya
bahasa yang digunakan pramoedya kebanyak
menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Walupun ada beberapa bagian dalam cerita
yang menggunakan gaya bahasa personifikasi dan hiperbola.
Gaya bahasa perumpamaan,
dilihat dari penggalan cerita novel Rumah Kaca (Pramoedya, 2011:235)
“Syarikat
aku anggap sebagai gelembung akibat samudra kehidupan yang telah teraduk unsur
modern.”
e. Temanya apa?
Novel Rumah
Kaca mengangkat tema tentang cara
pengarsipan yang rapi atas semua tindak tanduk pribumi. Kegiatan pengarsipan ini menjadi salah satu kegiatan polotik yang dapat membatasi pergerakan
kemerdekaan yang tergabung dalam berbagai organisasi. Arsip menjadi mata radar
Hindia yang disimpan dimana-mana untuk
merekam apapun aktivitas pribumi pada waktu itu. Penulis dari novel ini (Pramoedya)
dengan cerdas mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiantan pe-rumahkaca-an.
f. Amanat yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca apa?
1.
Hidup tanpa prinsip, tidak punya
komitmen atau pendirian yang tetap akan membuat jalan hidupmu tidak menentu,
bagaikan perubahan angin. Dan janganlah kamu menggunakan cara yang kotor dan
menghalalkan segala cara demi mendapat sesuatu yang kamu inginkan entah itu
suatu kedudukan, jabatan, atau nama baik (pujian) , lalu kamu
mengorbankan hidup orang lain. Jalan yang haram akan membawamu larut ke lumpur
dosa, dan kamu akan tenggelam di dalamnya. Pramoedya dengan bahasa yang indah
dan melalui sebuah fiksi sejarah, sungguh mengajak setiap pembaca untuk
merenung, merefleksikan hidupnya, dan menghakimi diri sendiri.
2.
Betapa bedanya bangsa-bangsa Hindia ini dari bangsa
Eropa. Di sana setiap orang yang memberikan sesuatu yang baru pada umat manusia
dengan sendirinya mendapatkan tempat yang selayaknya di dunia dan di dalam
sejarahnya. Di Hindia, pada bangsa-bangsa Hindia nampaknya setiap orang takut tak
mendapatkan tempat dan berebutan untuk menguasainya.
g. Apa aliran karya sastra
tersebut?
Realisme Sosialis
Aliran realisme ialah aliran yang
ingin mengemukakan kenyataan, barang yang lahir (lawan batin). Sifatnya harus
obyektif karena pengaranag melukiskan dunia kenyataan. Segala-galanya
digambarkan seperti apa yang tampak, tak kurang tak lebih. Rasa simpati dan
antipati pengarang terhadap obek yang dilukiskannya, tak boleh disertakannya.
Dengan perkataan lain, pengarang dalam ceritanya itu tidak ikut bermain, dia
hanya penonton yang obyektif.
Realisme sosialis adalah salah satu aliran dalam sosialisme yang bergerak
dalam kancah sastra atau kesenian. Semangat realisme sosialis ialah untuk
memenangkan sosialisme di tengah masyarakat. Maka di dalam sastra aliran
realisme sosialis, realitas masyarakat adalah inspirasi untuk membuat karya.
Yang di maksud dengan realitas masyarakat ialah kaum proletar, dan di
atas pundak kaum sastrawan realisme sosialis tertanam tanggung jawab yang tidak
ringan yaitu memberi penyadaran kepada masyarakat yang tertindas sehingga
masyarakat tersebut berjuang untuk melawan sistem yang menindas tersebut.
Demikian pula di dalam novel tetralogi, yang terdiri dari empat jilid. Yaitu
Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak langkah dan yang terakhir adalah Rumah
Kaca. Ke empat novel tersebut berisikan perjuangan orang Indonesia yang
terjajah untuk merebut kembali haknya yang terampas. Yang menjadi tokoh sentral
dalam novel tetralogi adalah Minke, yang sebenarnya bernama Tirto Adhi Suryo.
Tirto Adhi Suryo adalah seorang jurnalis pertama di Indonesia, maka tidaklah
mengherankan jika penglihatannya adalah lewat kaca mata seorang jurnalis.
Realisme
sosialis dalam pandangan Pram pada novel tetralogi, penggambaran terhadap
karakter masyarakat yang tertindas karena system kapitalis yang menjajah mereka
(Belanda), serta bangkitnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk melawan system
kapitalis tersebut dengan jalan mendirikan organisasi-organisasi. Penyadaran
terhadap sistem kapitalis yang menindas bukan hanya dilakukan oleh organisasi
terhadap anggotanya tetapi juga dilakukan lewat media jurnalistik yang ternyata
hal tersebut lebih dapat menjangkau oleh semua elemen masayarakat yang ada.
2. Analisis Unsur Ekstrinsik
a. Siapa pengarang (Lahirnya
dimana, asalnya dari mana, tinggal dimana, agamanya apa, dan sukunya apa?
Biografi
Singkat
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer lahir tanggal
6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah – meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun), secara luas
dianggap sebagai salah satu pengarang yang produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Pramoedya
telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 41
bahasa asing. Ia adalah putra sulung dari seorang guru yang nasionalis. Ayahnya
putra tertua seorang naib, sementara Ibunya putri tengah seorang petinggi
keagamaan dari Rembang. Pramoedya
Ananta Toer, anak dari Bapak Mastoer dan Ibu Oemi Saidah. Ayahnya yang lahir pada 5 Januari 1896 berasal dari kalangan yang dekat dengan agama Islam, seperti misalnya jelas
dari nama orang tuanya, Imam Badjoeri dan Sabariyah.
Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya
Ananta Mastoer, sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya
yang berjudul Cerita Dari Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama
ayahnya) dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa
"Mas" dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai
nama keluarganya.
Pramoedya menempuh pendidikan pada
Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya, dan
kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta selama pendudukan Jepang di Indonesia. Pram
bertempat tinggal di Jalan Multikarya II No 26, Utan Kayu, Jakarta Timur.
b. Pengarang dan karya tersebut
masuk ke angkatan sastra yang mana?
Pramoedya
Ananta Toer termasuk sastrawan angkatan 45, setelah peristiwa tahun 1965 Pram
menjadi tahanan politik di Pulau Buru hingga tahun 1979. Karyanya yang terkenal
yakni tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia:1980, Anak Semua Bangsa:1981,
Jejak Langkah: 1985, dan Rumah Kaca:1988), novel Midah si
Manis Bergigi Emas (1954), Arok Dedes (1999), Mangir
(2000) dan masih banyak lagi. Roman tetralogi pulau Buru diterbitkan pada tahun
80-an. Satu tahun setelah pembebasan Pramoedya Ananta Toer dari Kamp
konsentrasi Tefaat-Pulau Buru.
c. Latar sosial, budaya, politik
dan ekonomi yang melatarbelakangi terciptanya karya tersebut apa?
1) Latar
Sosial
Rumah Kaca sendiri
merupakan metafora yang sangat jitu menggambarkan bagaimana para tokoh
nasionalis mula-mula diawasi secara ketat pergerakannya oleh Pemerintah
Hindia-Belanda. Tanpa sepengetahuan para tokoh itu (Minke, Soewardi
Soerjaningrat, Douwes Dekker, Markodikromo, Siti Soendari, dll.) mereka berada
di dalam rumah kaca buatan Pengemanann, dan dengan satu goresan pena
Pangemanann bisa menyingkirkan mereka dari bumi Jawa.
2) Latar
Budaya
Roman
Tetralogi Pulau Buru ditulis setelah Pram semakin sadar bahwa manusia harus
mengetahui sejarahnya (the people must know their history). Roman
tetralogi ini menggambarkan tentang Minke, seorang sosok anak bangsa di tengah
perubahan zaman untuk bangsanya. Minke merupakan prototip dari R.M.Tirto Adhi
Soerjo. Riwayatnya terjadi di awal abad 20, suatu fase awal kebangkitan
nasional. Minke menjadi simbol bagaimana bangsa Indonesia yang tenggelam
dalam kegelapan, mulai memandang cahaya kebangkitannya. Sang tokoh juga
merupakan streotip para aktivis pergerakan ketika itu yaitu seorang anak
priyayi mendapat kesempatan menempuh pendidikan gaya Eropa (Barat). Roman
ini merupakan tulisan yang sarat dengan penyadaran sejarah, yang terutama
mengembangkan karakter-karakter manusia Hindia Belanda pada masanya. Mereka terdiri
dari orang Belanda, Indo, aktivis dari Cina (juga ada semacam germo), seniman
Perancis, pelacur Jepang, orang buangan dari Maluku dan tokoh-tokoh
pribumi,yang begitu kaya warna. Mereka hidup dan berjuang ditempat yang sama,
memperebutkan tempat yang sama, atas dasar kepentingan mereka masing-masing.
3) Latar
Politik
Roman Rumah Kaca ini masih mengambil latar
kebangunan cikal bakal nasion bernama Indonesia di awal abad ke-20. Dalam buku
keempat ini Minke yang menjadi representasi pembangkangan anak terpelajar
Pribumi yang menjadi target nomor satu untuk ditangkap dan di tahan. Yang
uniknya justru ia ditahan dalam sebuah operasi pengarsipan yang rapi atas semua
tindak-tanduknya. Lewat arsip-arsip itulah ia dikurung. Dalam buku ini
memperlihatkan bagaimana kegiatan arsip menjadi salah satu kegiatan politik
paling menakutkan bagi aktivitas pergerakan kemerdekaan yang tergabung dalam
pelbagai organisasi. Arsip adalah mata radar Hindia yang ditaruh dimana-mana
untuk merekam apa pun yang digiatkan aktivis pergerakan itu. Pram dengan cerdas
mengistilahkan politik arsip itu sebagai kegiatan pe-rumahkaca-an.
4) Latar
Ekonomi
Rumah Kaca adalah
reaksi balik dari pemerintahan Hindia Belanda yang melihat kebangkitan
perlawanan meluas di tanah jajahan mereka. Peralihan ini juga simbolisasi dari
usaha Hindia melumpuhkan sepak terjang Minke yang tulisannya membuat banyak
orang, dalam istilah anak bawang Minke, Marco, “moentah darah”. Ia adalah
‘musuh besar’ Minke. Buku keempat ini, secara garis besar, berkisah tentang usaha
Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda dalam memonitor gerakan rakyat Indonesia.
d. Peristiwa penting apa yang
melatarbelakangi terciptanya karya tersebut?
Sumber
sejarah seringkali disebut juga data sejarah. Perkataan data merupakan jamak
dari kata tunggal datum (bahasa latin) yang berarti pemberitaan
(Kuntowijoyo, 1995:94). Data sejarah itu sendiri berarti ba
han sejarah
yang memerlukan pengolahan, penyeleksian, dan pengkategorian (Dudung
Abdurrahman, 1999: 30). Berdasarkan bahan, jenis sumber sejarah yang dominan
digunakan Pramoedya dalam penulisan roman Tetralogi Pulau Buru adalah sumber
tertulis yaitu surat kabar-surat kabar yang terbit diakhir abad 19 dan awal
abad 20. Pram menyatakan (dalam Andre Vltchek, 2006: 74) bahwa:
“Sebelum
saya ke Buru saya sudah punya konsep untuk “Tetralogi” dan sudah berniat
menulis. Kertas kerja serial novel ini sangat luas. Sebagian dikerjakan oleh
mahasiswa saya. Ceritanya begini: Suatu hari datang seorang profesor dari
Universitas Leiden menemui saya dan meminta saya untuk mengajar di Universitas
Res Publica.Saya jawab: ”Bagaimana saya bisa mengajar di universitas kalau SMP
saja saya tidak tamat?!. Tapi dia memaksa saya terus dan akhirnya saya terima
juga. Ketika di depan kelas, saya tidak tahu harus bagaimana mengajar mereka.
Akhirnya saya punya ide. Saya minta mahasiswa-mahasiswa saya untuk mempelajari
surat kabar dimulai dari awal abad dan buat kertas kerja untuk setiap era di
dalam sejarah. Naskah kerja inilah yang memberikan ide untuk konsep serial
novel saya”Tetralogi Buru”. Dengan menggunakan kertas kerja mahasiswa saya
tersebut saya juga bisa menulis buku Sang
Pemula. Dengan konsep di kepala dan kertas kerja mahasiswa tersebut
semuanya menjadi mudah,tinggal duduk di depan mesin tik saja”.
Sumber-sumber
induk yang dipakai adalah surat kabar terbitan-terbitan pokok R.M.Tirto Adhi
Soerjo, yang sebagian terbesar sudah dalam keadaan tidak utuh, bahkan ada yang
berupa sisa belaka yang compang-camping ( Pramoedya, 2003:10 ).
Adapun
terbitan-terbitan itu adalah:.1) Pemberita Betawi (harian)
Th.XVII, 1901, dan XVIII, 1902, dimana ia ( Tirto Adhi Soerjo) menjadi
redaktur, kemudian redaktur kepala dan penanggung jawab, milik Firma Albrecht
& Co Betawi, 2) Soenda Berita (mingguan) milik Tirto Adhi Soerjo
pribadi, terbit di Cianjur kemudian Weltevreden, Betawi, 3) Medan Prijaji
(Mingguan), milik NV Medan Prijaji dimana Tirto Adhi Soerjo menjabat sebagai
redaktur kepala, penanggung jawab dan direktur,4) Soeloeh Keadilan
(bulanan), milik NV.Medan Prijaji dengan R.M.Tirto Adhi Soerjo sebagai
direktur, 5) Poetri Hindia, milik NV Medan Prijaji dengan R. M. Tirto Adhi
Soerjo sebagai direktur, 6) Sarotomo, sebagai organ Serikat Dagang
Islam, 7) De Maleische Pers, 8) Pewarta S. S, 9) Sri Pasoendan,10)
Soeara B.O.W, 11) Soeara Pegadaian dan lain sebagainya
(Pramoedya, 2003:11). Surat-surat kabar tersebut didapatkan dari koleksi
Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Idayu, dua-duanya di Jakarta. Selain
daripada surat kabar, Pram juga menggunakan sumber tertulis lainnya seperti
buku, dokumen pemerintah yang berkaitan dengan masalah yang dideskripsikan
dalam Tetralogi Pulau Buru. Pram tidak hanya menggunakan sumber tertulis, dia
juga memakai sumber tidak tertulis yaitu dengan wawancara. Wawancara ini
dilakukan pada bulan Juli 1962 dengan R.Djojopranoto sebagai nara sumbernya.
R.Djojopranoto adalah seorang lulusan STOVIA,dari generasi yang lebih muda dari
R.M.Tirto Adhi Soerjo. Semasa wawancara R.Djojopranoto adalah seorang guru
bahasa Inggris, Prancis, Jerman, dan Rusia. R.Djojopranoto adalah anggota Dewan
Pimpinan C-SI tahun1916. Tidak jelas C-SI Surabaya dibawah Tjokroaminoto
atau C-SI Batavia atau C-SI tandingan dibawah Samanhoedi-Goenawan ( Pramoedya,
2003:100).
e. Apa peran pengarang/sebagai apa
pengarang di lingkungan masyarakat?
Dengan kemampuan menulis yang luar
biasa, komitmen terhadap penjelasan sejarah yang tinggi, dan perjuangan serta pembelaan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan, ia dipuja oleh dunia namun dilupakan di
negeri sendiri. Sebuah perlakuan yang tak semestinya ia peroleh. Hingga akhir
hayatnya, 30 April 2006, Indonesia tiba-tiba teringat akan Pramoedya Ananta
Toer. Kutipan pada bagian akhir dari Rumah Kaca tepat untuk menggambarkan
perjalanan hidupnya:“Deposuit Potentes de Sede et Exaltavat Humiles” (Dia
Rendahkan Mereka yang Berkuasa dan Naikkan Mereka yang Terhina”.
Pramoedya Ananta Toer dianggap
penulis kontroversial di tanah air karena menurut catatan sejarah,
Pram pernah dituding sebagai juru bicara LEKRA (Lembaga Kebudayaan
Rakyat). Lembaga ini adalah salah satu corong budaya milik “organisasi sayap
kiri” yang dibentuk oleh DN Aidit, Nyoto dan sebagainya dalam memposisikan
gerakan PKI dalam opini masyarakat pada waktu itu melalui tulisan, tarian dan
budaya. Inilah yang menjadi ganjalan utama Pram dari masa muda hingga
menjelang masa kebebasannya di akhir hayatnya.
Ganjalan yang dialami oleh Pram
memang unik, ia bukan saja menjadi “musuh” zaman kolonial, tetapi juga menjadi
musuh bagi pemerintahan Soekarno pada zaman orde lama dan terus berlanjut
menjadi musuh pemerintahan zaman Orde Baru (Orba).
Pramoedya menjadi musuh tiga zaman
tidak lain adalah karena kritikan-kritikan Pramoedya melalui tulisan-tulisan
dan gagasannya kepada para penguasa. Ide pemikirannya memang tidak bertentangan
dengan pemerintahan, karena ia menganut paham nasionalisme, namun karena
kritikan-kritikan yang ia gagas dalam karya-karya sastranya itulah yang
akhirnya menyebabkan ia harus menghabiskan tujuh belas tahun lamanya di
penjara. Akibat idealismenya juga, Pram
dijauhi sekaligus dimusuhi. Salah satunya adalah tuduhan terhadap Pram sebagai
antek-anteknya LEKRA yang kejam dan sadis.
Seiring dengan meningkatnya
keterbukaan pemerintah RI dengan meningkatnya perhatian pemerintah RI dalam
menjalankan prinsip HAM dan Demokrasi, Pramoedya dibebaskan dari tahanan
pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak
bersalah dan TIDAK terlibat G 30 S PKI. Penulis ini pun lantas meneruskan
kembali bakat dan menyalurkan idealismenya melalui tulisan-tulisan yang tetap
tajam dan mengkritisi pemerintah dengan amat tajam. Akibatnya, dia kembali lagi
berurusan dengan Pemerintah Orba.
Penulis Semi Fiksi yang mampu
menggambarkan interaski antara budaya ini akhirnya meninggal dalam
usia 81 tahun. Meskipun dia terus terluka dalam “sayatan” ketajaman
tulisannya, akhirnya dia dapat tersenyum juga. Masalahnya bukan karena telah
mendapatkan pengampunan dari pemerintah RI tentang status dan kejelasan
nasibnya sebagai warga negara Indonesia yang seutuhnya, melainkan karena ia
telah meninggalkan hasil karyanya yang diakui dunia.
3. Buat ringkasan dari karya
tersebut menggunakan bahasa anda sendiri!
RUMAH KACA
Novel Rumah Kaca karya dari Pramoedya Ananta
Toer ini merupakan buku keempat sekaligus merupakan buku terakhir dari
Tetralogi Buru. Roman Tetralogi Buru ini masih tetap mengambil latar belakang
dan cikal bakal nation Indonesia di awal abad ke-20. Dalam novel terakhir ini
nampak berbeda dari ketiga buku sebelumnya. Tokoh utama dalam buku ini bukan
lagi Minke, melainkan Jacques Pangemanann. Buku ini lebih menyoroti pada
kegalauan yang dirasakan oleh Pangemanann sendiri. Rumah Kaca sendiri menggambarkan segala upaya yang dilakukan oleh
kolonial untuk memukul mundur semua kegiatan kaum pergerakan dalam sebuah
operasi pengarsipan yang rapi. Dalam novel ini akhir perjalanan hidup Minke pun
terungkap.
Pada awal
cerita ini dimulai dengan penjelasan mengenai penyerangan yang menimpa Minke
yang terdapat di dalam novel ketiga Jejak Langkah. Dalam penyerangan itu,
Prinses van Kasiruta yang merupakan isteri dari Minke melakukan penembakan
terhadap gerombolan Robert Suurhof. Jacques Pangemanann yang saat itu merupakan
seorang inspektur polisi pribumi ikut mempunyai andil dalam terjadinya
penyerangan itu.
Pada suatu hari ia ditugaskan untuk
memata-matai dan menyingkirkan seseorang yang tiada lain tiada bukan ialah
orang yang ia kagumi, Raden Mas Minke. Akhirnya ia melakukan hal tersebut
secara diam-diam dengan cara mendatangi rumah Minke seakan-akan ingin
bersilaturahmi. Dalam tugas ini ia dibantu oleh Suurhof yang akan menjadi
bawahannya langsung. Jacques Pangemanann merancang sebuah kecelakaan terhadap
Minke, pimpinan redaksi Medan. Karena menurutnya apabila Minke telah tiada maka
orgaisasinya pun akan buyar, karena organisasi menurut Eropa belum ada di
Hindia. Menurut Jacques Pangemanann Minke harus segera disingkirkan. Selain
itu, Robert Suurhof pun harus dimusnahkan demi nama baik Pangemanann sendiri.
Namun, disisi lain nurani Pangemanann terusik sehingga dibuatnya surat kaleng
kepada Prinses yang menyatakan bahwa Minke dalam bahaya. Maka terjadilah
peristiwa penembakan itu. Namun pada saat ini pagemanann masih
belum berhasil. Akan tetapi ia selalu berusaha untuk mengenyahkan Minke. Pada
akhirnya ia berhasil untuk menyingkirkan Raden Mas Minke hingga akhirnya Minke
diasingkan ke Ambon. Minke adalah seorang pemimpin redaksi Koran. Ia berpihak
kepada rakyat pribumi dan terus menerus menularkan semangat nasionalismenya
kepada rakyat pribumi. Hal inilah yang menggelisahkan pemerintahan Belanda dan
membuat Belanda mengambil jalan untuk mengasingkannya.
Setelah Jacques Pangemanann berhasil
mengasingkan Minke ke Ambon, Pangemanann mendapatkan promosi dari Gubermen.
Pangemanann dipindahkan ke kantor Algemeene Secretarie di Buitenzorg dan
menempati rumah yang telah disediakan. Pangemanann mendapatkan gaji sebesar dua
ratus gulden. Algemeene Secretarie merupakan tempat yang termasuk kategori
mendekati posisi Gubernur Jenderal. Rumah tempat tinggal yang disediakan
ternyata bekas kediaman Minke. Tugas Jacques Pangemanann mengamati situasi
sosial politik dan membuat laporan terutama mengenai gerakan politik pribumi.
Hasil kerjanya akan jadi bahan pertimbangan gubernur jendral dalam membuat
kebijakan. Pada saat bekerja, Jacques Pangemanann membaca sebuah fakta yang
mengejutkan. Isi dari kertas-kertas yang dibaca oleh Pangemanann adalah mengenai
catatan pembekuan semua harta benda milik SDI, perumahan penerbitan Medan di
bandung, benda bergerak maupun tak bergerak; benda tak bergerak termasuk rumah
untuk para pekerja penerbitan; benda bergerak termasuk uang di dalam dan di
luar bank, kios-kios Medan di bandung, Buitenzorg, Betawi, dan kota-kota besar
di Jawa; perusahaan impor kertas, barang tukis-menulis dan alat-alat kantor di
Betawi, Hotel Medan di Jalan Kramat, Betawi: seluruh isi rumah Minke, serta
pembekuan perusahaan impor bahan baku batik dari Jerman dan Inggris yang
diusahakan oleh SDI cabang Sala. Ternyata, semua pembekuan itu dilakukan di
luar hukum, tidak ada tanda-tanda pembekuan itu dilaksanakan berdasarkan
keputusan pengadilan.
Pembuangan Minke meski telah
berhasil dilakukan, namun di beberapa tempat jumlah anggota SDI justru semakin
meningkat. Perintah telah dikeluarkan oleh Gubermen, Mr. Hendrik Frischboten
yang merupakan ahli hukum Medan harus keluar dari Hindia. Selain mengurusi
masalah Minke, Pangemanann juga mengamati Syarikat Islam, Boedi Moelyo dan
Indische Partij. Setelah Minke dibuang ketua SI dipegang oleh Mas Tjokro yang
tinggal di Surabaya. Pusat SI juga dipindahkan dari Sala ke Surabaya. Bahkan,
Untuk mendiskreditkan SI dia merancang huru hara anti Cina dengan memakai tokoh
preman Cor Oosterhof. Huru hara adu domba Islam versus Cina terjadi di
Sukabumi, Gresik, Kuningan, Madiun, Caruban, Weleri, Grobogan. Namun, hal itu
tidak mempengaruhi perkembangan SI di daerah Sala. SI mengeluarkan koran
Peroetoesan yang menggunakan bahasa Melayu. Koran ini mengalami kemajuan yang
sangat pesat. Selain itu, banyak pula Koran-koran yang mulai bermunculan
seperti De Expres yang dikeluarkan oleh Indische Partij menggunakan bahasa
Belanda, serta ada pula Sin Po bagi orang Cina. Organisasi-organisasi yang
berdiri ini pada dasarnya sama, mereka anti terhadap Gubermen. Namun, hal itu
tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Indische Partij bersikap anti orang
Eropa asli dan memihak kepada orang Indo. Hal ini menimbulkan kecurigaan atasan
Pangemanann, Tuan R. Semakin lama banyak tumbuh organisasi pribumi. Tumbuhnya
rasa nasionalisme inilah yang membuat Pangemanan harus menjaga agar Boedi
Moelyo, SI, Kuo Min Tang, dan Indische partij tetap jauh, jangan sampai
bersatu. Banyaknya pekerjaan yang diterima
oleh Pangemanann, maka rencana liburan ke Eropa yang telah lama dinantikan
keluarganya gagal dilaksanakan. Pengemanann tidak dapat mengambil cuti ke
Eropa. Padahal, isterinya sudah sangat ingin pulang ke Prancis dan bertemu
dengan para kerabatnya di sana. Gagalnya rencana ini menyebabkan retaknya
keharmonisan rumah tangga yang selama ini dibina oleh Pangemanann. Hal ini
menyebabkan Pangemanann terjerumus dalam prostitusi dan gemar menkonsumsi
alcohol. Karena sudah tidak sanggup lagi, maka isteri dan anaknya pun pergi
meninggalkannya untuk pulang ke Eropa.
Suatu ketika keluar perintah untuk
melakukan penangkapan terhadap tiga serangkai pendiri Indische Partij, Wardi,
Douwager dan Tjipto. Pangemanann mendapat tugas mengawasi penangkapan tersebut.
Alasan dilakukan penangkapan itu ternyata berkaitan dengan kegiatan jurnalistik
mereka, buka karena politisi. Ketiga pendiri Indische Partij itu diasingkan ke
Belanda. Minke akhirnya mendapatkan kebebasannya kembali. Meskipun Gubernur
Jenderal telah membebaskannya, namun tekanan yang ditunjukkan kepadanya tak
kunjung reda. Minke bahkan tak sempat bertemu dengan isterinya. Sebelum Minke
tiba di Jawa, Prinses dipaksa kembali ke Ambon. Rumah dan asset yang dimiliki
oleh Minke semuanya disita. Bahkan, semua teman-teman Minke mendapat tekanan
untuk tidak menerima kembali kehadiran Minke. Dalam keadaan yang seperti itu ia
terus mengembara dari pasar ke pasar. Ternyata kemudian ia ditampung oleh salah
seorang sahabatnya yang lama, Goenawan, yang telah dikucilkan oleh Syarikat
Islam setelah kekuasaannya Mas Tjokro. Dalam keadaan sakit Raden Mas Minke dibawa kembali oleh Goenawan pulang
kerumahnya. Akhirnya Minke meninggal karena penyakit yang dideritanya. Minke tidak
mendapatkan penanganan yang baik ari para dokter yang ada di rumah sakit.
Kematian Minke akhirnya menyadarkan Pangemanan betapa hinanya dia sebagai manusia. Pertemuannya dengan Madame Sanikem Le Boucq dari Prancis ke Betawi untuk
mencari anak rohaninya—Minke—membuatnya semakin tenggelam dalam penyesalan. Ia
lah penyebab kematian Minke, seorang musuh sekaligus gurunya, orang yang selama
ini selalu dikaguminya sebagai seorang pribadi yang berprinsip dan sebagai
seorang manusia yang bebas.
Dalam
penyesalan yang amat sangat, melalui pembantunya, ia menyerahkan semua
tulisan-tulisan “Rumah Kaca”-nya beserta semua naskah milik R.M. Minke—Bumi
Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah— kepada Madame Sanikem Le Boucq
sebelum ia (Pangemanann) memutuskan pergi ke Belanda.
Deposuit Potentes de Sade et
Exaltavat Humiles.
(Dia rendahkan Mereka Yang Berkuasa
dan Naikkan Mereka Yang Terhina).
Adagium yang dikemukakan pada baris
awal review ini menjadi konklusi dari pertemuan kedua watak dalam novel Rumah
Kaca: Minke dan Pangemanann. Minke, sebagai ‘Yang Terhina’ perjuangannya
senantiasa dikenang jasa-jasanya (setidaknya oleh mereka yang mengetahuinya.
Sebab tokoh ini sendiri amat sedikit referensinya dalam pembahasan sejarah).
Sementara Pangemanann, ‘Yang Berkuasa,’ yang berjuang hingga menghalalkan
segala cara demi memuluskan karirnya, justru direndahkan bahkan dikhianati oleh
nasib. Ia yang merasa telah banyak berjasa bagi pemerintah pada akhirnya
dicampakkan ketika tugasnya selesai. Tak seorangpun mengenangnya, bahkan
keluarganya sendiri meninggalkannya. Bumi dan surga serasa menjauh darinya.